menaraku..
menaraku...
menaraku....
disana akau merasakan gemuruhnya awan, merasakan teriknya matahari dan rintiknya air hujan. melihat indahnya pelangi dan kilatan cambuk langit.
menyentuh hangatnya fajar di bumi dan dinginnya malam di langit.
juga kicauan burung yang beterbangan di sekelilingku.
di dalam hari hariku aku hidup didalam menara ini. tersadar maupun terlelapnya ku di dalam tidurku kuhabiskan semua di menara ini. banyak keluh kesah dan tawa yang telah ku lakukan di atas menara ini bersama pemerintah dan negeri ini.
tapi seiring berjalannya waktu kini aku merasa kesal hingga pasrah dengan pemerintahan di negeri ku yang terkadang tidak mengindahkan menara ini..
meski menara ini dahulu runtuh, tapi aku tetap mencoba memberikan kepercayaan kembali untuk pemerintah itu. berharap kelak ia akan mengerti sulitnya mempertahankan menara itu di tanah ini.
tetapi tetap saja pemerintah itu menganggap remeh tentang menara yang memberinya pijaran-pijaran cahaya untuk meneranginya di tengah gelap hutan di negeri ini. ingin rasanya ia merasakan apa yang sedang aku alami. letih dan penatnya menjaga menara ini sendirian, dan seandainya ia tahu. akan ada waktu dimana aku tidak punya waktu untuk menara itu dan bahwa saja mereka tahu aku adalah orang yang paling dapat menjaga menara ini dan orang yang paling dapat meratakan menara ini dengan tanah yang gembur itu seperti 10 tahun silam.
apa yang mungkin ia katakan melainkan "tidak mungkin!" dan di ikut sertakan ketidak perdulian.
karena mereka tidak tahu bahwa aku yang di berikan logika dan akal yang lebih dari pada mereka yang memerintah di negeri ini mungkin saja bisa meninggalkan negeri ini dengan keadaannya yang rapuh dan mungkin akan meruntuhkan menara itu agar ia merasakan tak adanya penerangan di setiap langkahnya di malam hari kecuali bulan dan bintang.
dan akhirnya aku membulatkan tekad untuk meninggalkan menara ini tetapi di dalam perjalanan ku untuk meninggalkan menara ini kembali aku bertemu seorang anak kecil yang haus akan kasih sayang orang tua mereka yang telah tiada.
ia berkata dan meyakinkan ku untuk tidak meninggalkan menara ini demi negara dan kelanjutan menara ini.
meski anak kecil itu berkata itu kepadaku aku tetap saja berjalan tanpa memperdulikannya. akhirnya seorang bocah itu lari kepadaku dan menyeret tanganku sambil menangis."paman jangan tinggalkan menara ini. aku mohon paman. hanya menara itu yang menerangiku di malam hari. meski ayah ibuku tetap menemaniku di dalam mimpi indahku tetapi aku takut dengan gelap malam paman. jikalau paman tak mau berjuang demi negara,menara juga pemerintah itu berikanlah perjuangan itu demi aku paman. aku yang hidup hanya dengan kasih sayang Tuhan di bumi ini sejak kecil tak punya siapa-siapa yang dapat memberiku penerangan selain menara itu paman"
aku manusia yang mempunyai hati nurani langsung tergerak menjatuhkan tas yang ku gendong itu juga mengurungkan niatku untuk pergi dari tanah ini. karena kaki yang ku pergunakan untuk berjalannya tubuh ini merasa berat untuk mengangkatnya dari tanah ini.
dalam pikir ku berkata "aku manusia yang paling bodoh! karena mau untuk jatuh ke lubang yang sama"
tetapi dalam hati ku terbesit "aku tidak dapat meninggalkan menara ini lagi. anak itu membutuhkanku"
meski seperti itu pendirianku berucap "jikalau saja anak itu kemudian pergi aku mungkin akan meninggalkan perasaanku kepada pemerintah itu terlebih dahulu baru akhirnya aku meninggalkan perasaanku kepada negeri ini seperti dahulu sebelum aku kembali..."
Saturday, October 23, 2010
runtuhnya menaraku
Thursday, October 21, 2010
balasan surat untuk ayahku tersayang
ayah jangan kau bersedih memikirkan lambatnya tumbuh pepohonanmu dan busuknya buah buah di pohonmu.
ini bukan akhir dari usaha mu melawan kerasnya dunia ayah... ini ujian dari Ia yang memberikan kita kehidupan di dunia ini. dahulu ia pernah mengangkatmu ke atas langit bersama burung yang berkicauan.bebas dari tandusnya tanah. dan derasnya arus di lautan. meski terangkatnya engkau ke langit bagaikan bunga mawar yang menyejukkan jika kau meresapi warnanya dan menyakiti bila kau tertusuk durinya.
kini Ia hanya ingin engkau mengetahui bencana di atas permukaan bumi. berharap engkau memberi solusi dan sabar dalam menyeberangi arus sungai itu.
aku tahu engkau menangis meski kau tak mau aku mengetahuinya,karena genap dari seminggu engkau kini menjadi yatim piatu. biarlah mereka yang mendidikmu kini kembali kepangkuan Ia yang menggenggam langit dan bumi. aku pasti berdoa untuk mereka yang rindu akan peluk anak anaknya.
aku... keturunan generasi kedua dari ibumu memiliki firasat lebih terhadap mereka sejak lama sebelum engkau dan saudara saudaramu mengetahuinya. aku tidak ingin memberi tahu kalian. karena aku anggap firasat itu tidak benar. tapi Ia berkata berbeda dengan ku yang penuh keterbatasan.
ingat ayah...Ia akan selalu menjagamu. Ia tidak akan mengguyurmu dengan air terjun yang berat itu. tapi ia hanya mengguyurmu dengan air hujan dimana ada hikmah dan keberkahan di dalamnya.
aku mengerti kini engkau tersudut kembali dengan perang dingin kehidupan di negeri ini.
aku dan keturunanmu yang lain ingin sekali membantu. tapi lihat aku dan adik adikku ayah?
apa yg kini bisa kami lakukan selain mendoakan dan memberimu asa baru?
ayah aku selalu ingat perkataanmu. tugas kita di tanah ini adalah berikhtiar dan bertawakal, tinggal Allah lah yang meridhoinya..
ingat ayah doa kami selalu menyertai keringat perjuanganmu. dan kami berjanji tidak akan menyiakan keringatmu.
terimakasih ayah engkau sebagai nahkoda di dalam pelayaran keluarga ini telah mendidik kami semua untuk perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. engkau tidak hanya mengajarkan kami tentang cara berjalan di dunia yang fana ini, tetapi engkau juga telah mengajarkan kami tata cara berjalan di dunia yang abadi nanti.
mungkin kali ini pohon yang kau tanam sedang menyerap segarnya air yang ada di dalam tanah yang subur itu.mungkin nanti pepohonan yang kau tanam akan memberikan kehidupan dan udara segar bagi makhluk dan lingkungannya.
ayah... teruslah memandang kedepan. semoga Ia yang menjawab doa hambanya akan memudahkan engkau dalam setiap goresan tinta mu dan bertumbuhnya pepohonanmu.
surat yang tak kunjung tiba
aku yang hidup di dunia ini tak kurang dari setengah abad lamanya.
sering sudah raga merasakan kencangnya arus dan kerasnya terumbu karang di lautan.
tak pernah kulupakan ayunan sepeda onthelku disaat perang perekonomian menyudutkan diriku.
pahitnya hina dan perihnya duka yang merekalukiskan dihatiku, tak menjadikanku jatuh kejurang kehancuran.
teriakan di dalam perutku sesaat membuatku bisu akan semangatku. tapi demi saudara juga masa depanku kebisuan itu ramai oleh soraksorai dari asaku yang menggebu gebu.
meski orang tua lelakiku dahulu menyuruhku untuk berhenti memupuk ilmu karena ia tak mempu memberikan cangkul kepadaku. tetapi aku tetap berlari dengan kekesalanku meski dulu ku tak punya cangkul untuk memupuk pepohonanku.
tetapi tanganku akan terus menggali berharap tumbuhnya pohon itu berbuah manis.
sedikit demi sedikit aku menggali tanah yang bercampur bebatuan itu. saat aku tak memiliki daya dan upaya. aku berserah diri kembali kepada Ia yang selalu melihat dan menilai pekerjaanku di muka bumi.
meski dahulu aku harus berkeliling kampung untuk mengantarkan koran-koran yang rapuh akan derasnya hujan di saatku mengayuh sepeda onthelku . dan sepulangnya aku harus membantu ibuku menjaga adik adikku yang belum mengerti akan kerasnya kehidupan di negeri ini. tetap saja aku tidak mau berhenti untuk menggali tanah itu hingga akhirnya pepohonan itupun kutanam di tanah ini.
hingga beberapa bulan kemudian puncak dari pohon-pohon kecil itu mulai muncul dari bawah tanah. hatiku pun gembira akan hadirnya hasil dari bibit yang ku tanam. hingga berlanjutnya waktu pepohonan itu mulai berbuah. memang di tahun pertama pepohonan itu berbuah sangat manis dan lezat. banyak yang bisa menikmati buah dari pepohonan itu.
tetapi buah buah di pepohonan itu kini banyak yang membusuk..
aku bingung harus berbuat apa. kini aku lemah akan sisa asa yang ku miliki.
aku kecewa.. apa yang salah dengan pohonku yang dahulu merindangi pekarangan rumahku?
sampai beberapa waktu ibuku mengalami sakit keras. hingga butuh biaya yang sangat besar. aku hanya berharap kesembuhan dari Yang Maha Kuasa untuk ibuku sambil menjual buah buah dari pohonku yang masih dapat di konsumsi dengan layak.
dan ternyata Ia bekata berbeda. mungkin Ia lebih mencintai ibuku di bandingkan dengan makhluk makhlukNya di dunia. di hadapan adik adik dan ayahku aku tidak dapat meneteskan air mata. meski sebenarnya di dalam hatiku air mataku mengucur hingga memadamkan api penyesalan belum bisa membahagiakan ibuku di dunia.
tapi aku tidak mau kesedihan itu tak berangsur lama. hingga aku kini sangat menjaga dan menghargai orang tua lelakiku. aku merawatnya bersama saudara-saudaraku berharap ia tak terlalu merasa kehilangan pengurusnya sejak akad nikah dahulu.
akan tetapi Yang Maha Perkasa kembali berkata. tak lama selang seminggu ibundaku meninggal
kini ia yang merangkulku dari kesedihan karena kepergian ibundaku harus ikut menyusul ibundaku kepangkuanNya. kali ini aku sudah tak tahan lagi menahan isak tangis yang bergejolak di dalam batinku. akupun menangis hari bersama adik-adikku di depan jasad ayahku yang pulang secara tiba-tiba. hingga aku dan saudara-saudaraku merasakan hantaman batin yang sangat keras. kini kamipun yatim piatu. bukan tidak mengenal ayah juga ibu. tapi tanpa pelukan mereka kami merasa beku akan dinginnya malam yang gundah ini.
detik demi detik...
menit demi menit...
hari berganti hari.. tak ingin kulewatkan hanya dengan memikirkan goresan hati yang terbekas dari ujian Ilahi. aku kembali mengambil air di dalam sumur tua di belakang rumahku. dan lekas ku menyembah Tuhanku dan kembali memupuk pepohonku yang mungkin akan memberikan kerindangan dan buah buahan yang berguna untuk keluargaku dan lingkungan di sekitarku...